Secara khusus, dalam kesempatan ini saya akan membahas subbab yang paling menarik menurut saya dari buku Zheng, Burrow-Sanchez & Clifford (2010), yaitu:
Bab 3 yang berjudul
‘Unravelling the Web: Adolescent and Internet Addiction’
Bab ini merupakan tulisan dari Widyanto & Griffiths (2010), dua orang peneliti dari Nottingham Trent University, UK. Tulisan ini membahas tentang apa dan bagaimana konsep kecanduan internet itu sebenarnya dan bagaimana penggunaan internet dapat menjadi adiktif dan patologis.
Sejarah Kecanduan Internet
Istilah yang digunakan untuk ‘kecanduan internet’ berasal dari istilah ‘kecanduan komputer’ pada masa awal pengembangan teknologi komputer. Kasus kecanduan komputer pertama kali ditemukan pada tahun 1993 di London – Inggris pada seorang tersangka pelaku pembajakan komputer, bernama Paul Bedworth. Ia kemudia dilepaskan dari tuntutan karena hasil pemeriksaan psikologinya menunjukkan penggunaan komputer dalam waktu yang sangat panjang dan tidak normal, dalam laboratorium komputer.
Setelah kasus itu terjadi, Ivan Goldberg, seorang psikiatris, memaksa komunitas psikiatri untuk memikirkan ulang penggunaan istilah dan menciptakan istilah baru yang dilabel sebagai ‘gangguan’: Internet Addiction Dissorder (IAD). Kriteria awal IAD ini menyesuaikan model gangguan penyalahgunaan substansi, dalam Diagnostic and Statistical Manual (DSM).
Kecanduan teknologi (internet) dipandang sebagai slah satu perilaku kecanduan dengan fitur intinya adalah:
- Saliensi – aktivitas spesifik menjadi hal paling penting dalam hidupnya, mendominasi pikiran, perasaan dan perilakunya
- Perubahan suasana hati – seseorang melaporkan perasaan subjektif akibat aktivitas tertentu (misal mengalami buss atau high)
- Toleransi – peningkatan jumlah aktivitas yang tidak normal dapat ditoleransi
- Gejala penarikan (withdrawal simptom) – perasaan tidak menyenangkan yang dapat diobservasi ketika aktivitasnya dikurangi atau dibatasi (misal, kemurungan atau menjadi iritabel)
- Konflik – terjadi konflik antara sesama pecandu, maupun konflik pada internal diri si pecandu
- Relaps dan pemulihan – perilaku kecanduan dapat kambuh meski telah lama tidak melakukannya.
Griffiths (2000) melakukan penelitian mengenai kecanduan dengan menggunakan enam komponen inti tersebut untuk menjawab pertanyaan: a) apa itu kecanduan?; b) apakah ‘kecanduan’ internet itu ada?; c) bila kecanduan internet ada, pada apa mereka kecanduan? Ia kemudian mendapatkan jababan bahwa kecanduan internet hanya terjadi pada sebagian kecil pengguna internet, dan mereka yang menggunakan internet secara eksesif hanya menggunakan internet sebagai media yang mana mereka dapat terlibat dalam perilaku tertentu.
Dalam hal penggunaan internet, kecanduan yang dilaporkan adalah penggunaan secara berlebihan yang mengganggu kehidupan nyata seseorang secara berat, hingga mengabaikan kehidupan nyata karena lebih memilih ‘hidup’ dalam dunia online-nya. Sebagai contoh: seorang ayah yang lupa menjemput anaknya karena terlalu sibuk berpartisipasi dalam forum online; seorang karyawan yang dipecat karena penggunaan internet kantor secara eksesif; seorang alkoholik yang telah sembuh tetapi menggunakan internet secara berlebihan kemudian menipu istrinya, seorang siswa yang peringkatnya turun karena hubungan dengan teman online barunya (Griffiths, 2008). Kebanyakan penelitian mengenai kecanduan internet sebelumnya terkonsentrasi pada sampel pengguna usia dewasa seperti kasus tersebut, meski juga ada sejumlah kecil penelitian pada sampel remaja.
Daya Tarik Dunia Online pada Remaja
Salah satu daya tarik internet dari masa ke masa adalah kemampuannya dalam menciptakan suatu hubungan. Kontak dan komunikasi yang berjalan panjang akan menciptakan bentuk dari dasar dukungan sosial. Sebagai contoh, kunjungan dan interaksi rutin pada kelompok online tertentu seperti komunitas atau forum tertentu, akan meningkatkan kemiripan dan kedekatan, yang kemudian rasa berkelompok terbangun. Seperti hal nya kelompok lain, dalam kelompok atau komunitas online juga terdapat norma, kultur, nilai, bahasa dan tanda yang diadaptasi sepanjang waktu.
Intimasi terbangun dengn sangat cepat diantara pengguna online. Peraturan sosial tentang kesopanan dan kecanggungan hilang dalam dunia maya karena pengguna hanya menggunakan inisial atau samara, sehingga masing-masing dapat bertanya apa saja pada siapa saja. Keterbukaan itu lah yang menciptakan intimasi. Anonimitas akan menghilangkan rasa cemas terhadap adanya konfrontasi, penolakan ataupun konsekuensi atas suatu perilaku. Bentuk hubungan seperti itu akan menarik mereka yang memiliki self-esteem dan keterampilan sosial yang rendah untuk terlibat dan membentuk hubungan baru dalam internet.
Penelitian menunjukkan bahwa perubahan self-esteem seseorang berhubungan dengan perubahan signifikan dalam lingkungan sosialnya, seperti pindah ke kota yang baru, berganti pekerjaan, dan pindah sekolah seperti dari siswa menjadi mahasiswa. Seseorang yang memasuki grup online, mereka membangun hubungan dengan yang tidak ada hubungannya dengan relasi offline-nya. Memulai interaksi online akan memberikan mereka kesempatan untuk mengubah elemen-elemen diri (self) yang bisa ia tampilkan, dan ini berarti menghasilkan naiknya perasaan self-worth (McKenna & Bargh, 1998).
Mengapa Penggunaan Internet dapat menjadi Eksesif?
Davis (2001) melalui pendekatan kognitif-behavioral menjelaskan bahwa penggunaan internet yang patologis (PIU) diakibatkan oleh kognisi yang bermasalah yang bersamaan dengan perilaku yang meningkatkan respons maladaptif.
Studi yang dilakukan oleh Caplan (2003) menunjukkan bahwa depresi dan loneliness merupakan prediktor signifikan untuk kecenderungan pada interaksi sosial on-line, di mana loneliness memainkan peran yang lebih signifikan dibanding depresi dalam pengembangan penggunaan internet bermasalah.
Efek Penggunaan Internet secara Kualitatif
Widianto (2007) melakukan penelitian kualitatif mengenai perbedaan perasaan terhadap self antara offline dan online. Penelitian tersebut menghasilkan beberapa tema besar, yaitu:
- disinhibition, yaitu pengguna merasakan efek disinhibisi dan merasa lebih percaya diri;
- anonymity, yaitu seseorang dapat muncul dengan identitas yang berbeda
- isolation, yaitu perasaan terisolasi ketika menggunakan internet
- control, yaitu perasaan memiliki kemampuan untuk mengontrol khususnya informasi
- escape from reality, beberapa pengguna mengatakan bahwa internet memberi mereka kesempatan untuk lari dari realitas.
- Information access, beberapa partisipan mengatakan tentang kemudahan akses informasi.
Kesimpulan
Dari pembahasan Widyanto dan Griffiths ini diketahui bahwa penelitian mengenai kecanduan internet di kalangan remaja sebenarnya masih sangat sedikit dilakukan. Adapun penelitian mengenai adiksi ditemukan besar pada orang dewasa yang kemudian terjadi juga pada kalangan remaja (generalisasi). Belum jelas diketahui secara perkembangan apakan ada perbedaan atau kesamaan antara adiksiatau kecanduan internet terkait usia. Kesimpulan pembahasan tulisan ini adalah bahwa memang benar bila kecanduan internet memang ada, tetapi mempengaruhi hanya sebagian kecil dari populasi online yang ada, dan hanya ada sedikit sekali bukti bahwa adiksi tersebut problematik di kalangan remaja.
Leave a Reply