Apa iya sih?
Yuk kita bahas jurnal penelitian O’Hara, Ross E., Frederick X. Gibbons, Meg Gerrard, Zhigang Li,dan James D. Sargent (2012) berikut.
Greater Exposure to Sexual Content in Popular Movies Predicts Earlier Sexual Debut and Increased Sexual Risk Taking
Latar Belakang
Penelitian ini mempelajari tentang pengaruh media pada perilaku seksual remaja, termasuk usia mereka pada debut seksualnya, dan pengambilan risiko seksual selanjutnya. Debut seksual dini berhubungan dengan bertambahnya jumlah pasangan seksual dan penggunaan kondom yang inkonsisten, serta peningkatan risiko penularan infeksi seksual (Sexual Transmitted Infections – STIs; Kaestle, Halpern, Miller, & Ford, 2005).
Salah satu pengaruh signifikan pada perilaku seksual berisiko kemungkinan adalah media (Wright, 2011) – khususnya paparan konten seksual film atau movie sexual exposure (MSE). Pada studi yang dilaporkan berikut ini, Ross E. O’Hara, Frederick X. Gibbons, Meg Gerrard, Zhigang Li,and James D. Sargent (2012), meneliti hubungan MSE dengan debut seksual dan perilaku seksual berisiko, baik secara langsung atau tidak melalui perubahan pencarian sensasi. Efek media pada perilaku berisiko remaja, termasuk penggunaan tembakau (National Cancer Institute, 2008), penggunaan alcohol (P. Anderson, de Bruijn, Angus, Gordon, & Hastings, 2009), dan agresi (C. A. Anderson et al., 2003), telah didokumentasikan secara luas. Akantetapi pengaruh media pada perilaku seksual remaja masih belum banyak dikenal.
Wright (2011) mengemukakan bahwa pengaruh media pada perilaku seksual didorong oleh adanya akuisisi dan aktivasi skrip seksual. Skrip tersebut menyediakan pilihan perilaku dalam situasi sosial, termasuk yang mendorong pada perilaku seksual dan konten skrip seringkali dipengaruhi oleh media. Film umumnya menawarkan pesan seksual yang permisif dan berisiko (Gunasekera et al., 2005; Nalkur et al., 2010), dan paparan konten seksual yang tinggi telah terbukti lebih dapat memprediksi sikap seksual yang permisif (Bleakley, Hennessy, Fishbein, Coles, & Jordan, 2009; Brown, Halpern, & L’Engle, 2005). Lebih lanjut, para remaja seringkali mencari media seksual, mungkin untuk mempelajari skrip tersebut (Brown et al., 2005). Bahkan, 57% remaja AS (usia 14-16 tahun) dilaporkan menggunakan media sebagai media primer untuk mencari informasi seksual (Bleakley et al., 2009).
Pencarian sensasi meningkat semasa remaja, memuncak antara umur 10 dan 15 tahun, dan kemudian menurun hingga remaja akhir (Steinberg et al., 2008). Pencarian sensasi yang terbesar diasosiasikan pada dua hal yaitu debut seksual dini (Donohew et al., 2000) dan kemudian lebih sering berpengaruh pada seks kasual masa dewasa (Arnett, 1994). Penting untuk dipahami bahwa pencarian sensasi meningkat karena faktor biologis dan sosialisasi (Arnett, 1994), yang mengatakan bahwa lingkungan mempengaruhinya, seperti MSE, dapat mempengaruhi perkembangan ciri atau sifat ini.
Studi efek film pada perilaku seksual telah dilakukan secara longitudinal. Durasi analisis data yang terkumpul pada studi ini membuat penelitian ini mampu menguji debut seksual dan keluaran dari debut seksual yang dapat ditunjukkan pada STi atau kehamilan yang tidak diinginkan. Dan terakhir, studi ini adalah yang pertama dalam menguji apakah efek media yang berpengaruh dalam perilaku seksual berisiko dimediasi oleh perubahan pencarian sensasi. Secara khusus, hipotesis penelitian ini adalah:
- Hipotesis 1: MSE awal memprediksikan usia saat debut seksual, sebuah efek yang dimediasi oleh bertambahnya pencarian sensasi.
- Hipotesis 2: MSE awal memprediksikan keterkaitan dalam perilaku seksual berisiko (seperti bertambahnya jumlah pasangan seksual dan frekuensi seks kasual tanpa kondom) setidaknya kira-kira 6 tahun kemudian, sebuah efek yang dimediasi oleh usia saat debut seksual.
Metode
Subjek dan Prosedur
Data dikumpulkan dalam enam gelombang studi longitudinal yang berputar dari Juni 2003 hingga Oktober 2009. Pada Waktu 1, data dikumpulkan dalam random-digit-dial telephone survey pada 6.522 remaja dari usia 10 hingga 14 tahun, yang tinggal di AS. Berikutnya, tiga survey follow up diadakan kira-kira setiap 8 bulan; follow up final kedua diadakan kira-kira 5 hingga 7 tahun setelah Waktu 1. Pada Waktu 6, 2.718 partisipan merespon (38,2% yang berhak), tetapi hanya partisipan yang berusia 18 tahun atau lebih (n=1.300) yang ditanya untuk melaporkan perilaku seksual mereka. Untuk memastikan bahwa MSE telah terjadi sebelum debut seksual, kami mengghilangkan dari partisipan analisis siapa yang debut seksualnya terjadi sebelum Waktu 2 (n=72), di mana menyisakan sample akhir 1.228 partisipan. Patisipan pada sample akhir adalah antara 12 dan 14 tahun pada Waktu 1 (M= 12,89 tahun, SD:0,79) dan antara 18 dan 21 tahun pada Waktu 6 (M= 19,90 tahun, SD=0,81). Sample itu terdiri dari 611 orang laki-laki (49,8%) dan 617 wanita (50,2%); 891 adalah European American (72.6%), 159 adalah Hispanic (12.9%), 71 adalah African American (5.8%), and 107 berlatarbelakang rasa tau etnik (8.7%). Partisipan yang hilang pada saat follow up berisiko lebih tinggi pada debut seksual dini dan keterkaitannya dengan perilaku seksual berisiko pada Waktu 1 daripada mereka yang tetap sebagai sample. Partisipan yang tidak bertahan dilaporkan memiliki MSE dan pencarian sensasi yang lebih tinggi dan tanggapan maternal yang lebih rendah, dan lebih mungkin untuk memiliki televisi di kamarnya (ps, 0,01). Juga, secara signifikan lebih minoritas dari daripada Eropean American yang hilang pada follow u0 (p, 0,02).
Teknik Pengumpulan Data
MSE diukur dengan menggunakan metode Beach. Pada Waktu1, 523 film top-grossing rilis antara 1998 dan 2003 dikoding pada sejumlah konten seksual kedua, yang didefenisikan sebagai contoh perilaku seksual, seperti ciuman berat atau senggama. Setiap film di-rate oleh satu dari dua coder yang terlatih, dan 10% dari subsample film yang random di koding ganda (double-coded) (interrated agreement: r=0,92). Setiap partisipan menerima daftar unik dari 50 film yan dipilih secara random dari kelompok yang lebih besar dan partisipan melaporkan film mana saja yang telah mereka tonton.
Pencarian Sensasi (sensations seeking) diukur dengan skala empat-item yang didesain untuk anak-anak (Waktu 1: α = .60; Waktu 2: α = .58; Stephenson, Hoyle, Palmgreen, & Slater, 2003). Partisipan memberikan respon pada tiap item menggunakan skala mulai 1 hingga 4, dengan nilai lebih tinggi mengindikasikan tingginya pencarian sensasi.
Usia saat debut seksual dilaporkan oleh partisipan pada saat Waktu 6. Perilaku seksual berisiko diukur pada Waktu 6 dan terdiri dari dua komponen, yaitu: jumlah seumur hidup dari rekan seksual oral dan vaginal (respons terbuka) dan jumlah seks kasual (didefinisikan sebagai seks vaginal yang tidak dengan “pasangan kencan serius”) tanpa kondom (dilaporkan menggunakan skala mulai dari 0, tidak pernah, hingga 5, lima kali atau lebih). Skor kedua item direkam kedalam variable ordinal dan dikombinasikan, α = 0,62.
Kovariat yang berhubungan dengan MSE dan perilaku seksual (termasuk pencarian sensasi) diukur pada Waktu 1. Gender, ras dan usia dilaporkan oleh orangtua partisipan. Partisipan melaporkan seberapa sering mereka menghadiri gereja atau yang berkaitan dengan aktivitas keagamaan, berapa banyak waktu untuk menonton televisi setiap harinya, apakah mereka memiliki televisi di kamar tidurnya, dan dengan siapa mereka tinggal (sebuah ukuran untuk mengkode struktur keluarga sebagai sesuatu yang lengkap atau terbagi).
Hasil
Nilai media MSE adalah 0.93 hr (interquartile range: 0.43 hr–1.32 hr). pencarian sensasi secara umum rendah, M = 7.90 (SD = 2.39) Pada Waktu1 dan M = 8.07 (SD = 2.32) pada Waktu2. Pada Waktu6, 774 participan (63.0%) melakukan debut seksual: 40 (5.2%) sebelum usia 15, 79 (10.2%) pada usia 15, 190 (24.5%) pada usia 16, 223 (28.8%) pada usia 17, dan 242 (31.2%) pada usia 18 atau lebih. Diantara Partisipan yang aktif secara seksual, jumlah rata-rata pasangan seksual seumur hidup adalah 2 (interquartile range: 1–4 partners), dan 195 dari participan (25.2%) melaporkan bahwa mereka melakukan seks tanpa kondom.
Perbedaan gender peserta laki-laki dan perempuan sama-sama cenderung memiliki seksual memulai debutnya dengan Waktu6; dan lagi, pria dan wanita secara seksual debutnya di sekitar usia yang sama dan melaporkan MSE yang sama. Lak-laki melaporkan bahwa mereka memiliki partner yang lebih banyak (M = 3.43, SD = 5.94) daripada perempuan (M = 2.48, SD = 3.91), t(1221) = 3.48, p = .001, dan melakukan seks tanpa kondom lebih sering (M = 0.43, SD = 1.14) daripada perempuan (M = 0.29, SD = 0.87), t(1223) = 2.37, p < .02. laki-laki juga dilaporkan melakukan pencarian sensasi yang lebih banyak daripada perempuan pada Waktu1 dan Waktu2, ts(≥ 1195) ≥ 3.70, ps < .001.
MSE yang semakin tinggi diasosiasikan dengan debut seksual dini, partner seksual yang lebih banyak, frekuensi melakukan seks tanpa kondom, dan tingkat pencarian sensasi pada kedua jenis kelamin, ps < .001. Namun, relasi antara MSE dengan debut seksual, lebih tinggi secara signifikan pada laki-laki, r(595) = −.33, daripada perempuan, r(585) = −.21; z = 2.19, p < .03. terakhir, debut seksual dini diasosiasikan jumlah partner seksual dan frekuensi aktifitas seksual tanpa kondom pada kedu ajenis kelamin.
Kesimpulan dan Diskusi
Semakin tingginya MSE dini (sebelum usia 16 tahun) memprediksikan semakin berisikonya perilaku seksual (yaitu semakin tingginya jumlah pasangan seksual seumur hidup dan semakin sering seks kasual tanpa kondom) pada masa dewasa, dan hal tersebut terjadi baik langsung maupun tidak, melalui debut seksual yang dini. Hasil ini mendukung temuan sebelumnya bahwa konsumsi media seksual memprediksikan usia saat debut seksual (e.g., Brown et al., 2006), dan hal itu memperluas temuan yang menunjukkan bahwa MSE memiliki pengaruh yang tetap pada perilaku seksual berisiko pada masa dewasa (Ward et al., 2011). MSE juga memprediksi debut seksual secara tidak langsung melalui bertambahnya pencarian sensasi. Temuan ini menyediakan bukti lebih lanjut bahwa paparan film dengan konten seksual dapat memangselerasi pencapaian normal pada pencarian sensasi selama masa remaja (Steinberg et al., 2008), dengan demikian mempromosikan perilaku berisiko pada umumnya (de Leeuw et al., 2011; Stoolmiller et al., 2010).
Terakhir, pengaruh MSE pada debut seksual dan perilaku seksual berisiko pada Waktu 6 adalah lebih kuat pada laki-laki dibanding anak perempuan, meski pengaruhnya pada pencarian sensasi mirip diantara kedua gender tersebut. Hal tersebut tidak berpengaruh pada ukuran efek MSE pada perilaku seksual pada kisaran medium (|.33|) hingga kecil (|.01|). Namun demikian, efek langsung yang terbesar ditemukan dalam pengaruh MSE pada debut seksual. Hasil-hasil tersebut menyarankan bahwa MSE dapat memberikan pengaruh pada mekanisme mediasi potensial lainnya, seperti perubahan sikap (Brown et al., 2005) atau skrip seksual (Wright, 2011). Bahwa dengan prevalensi MSE diantara remana, kita percaya bahwa bahkan efek kecil MSE pun memiliki implikasi penting untuk kesehatan seksual remaja.
Hasil penelitian ini menyarankan bahwa pembatasan MSE pada remaja akan menunda debut seksual mereka dan juga mengurangi keterkaitan mereka pada perilaku seksual berisiko di kehidupan mereka selanjutnya. Strategi ini dapat melemahkan pengaruh langsung media pada perilaku seksual remaja dengan membatasi akuisisi skrip seksual berisiko dan atau mengurangi kemungkinan aktivasi mereka (Wright, 2011). Sebagai tambahan, pembatasan MSE dapat mengurangi kenaikan dalam pengalaman pencarian sensasi normal selama masa remaja (Steinberg et al., 2008), yang mana, pada gilirannya dapat menunda debut seksual dan selanjutnya keterkaitannya dengan perilaku seksual berrisiko (Arnett, 1994; Donohew et al., 2000). Suatu pendekatan yang menjanjikan adalah melibatkan pendampingan pelatihan medialiterasi pada pendidikan seksual.
Sumber Jurnal:
O’Hara, Ross E., Frederick X. Gibbons, Meg Gerrard, Zhigang Li,and James D. Sargent (2012). Greater Exposure to Sexual Content in Popular Movies Predicts Earlier Sexual Debut and Increased Sexual Risk Taking. Psychological Science 2012 23: 984 originally published online 18 July 2012 http://pss.sagepub.com/content/23/9/984
Leave a Reply